Wajah Itu!

Unknown | 03.19 |



Malam itu sepi dan sunyi. Kupandang langit biru yang dihiasi oleh bintang-bintang. Kedipan bintang yang bercahaya indah itu mengingatkan aku akan kenangan masa lalu. Kenangan bersama dia yang telah jauh di sana. Wajah yang delapan tahun telah menghilang dari lubuk hatiku. Gemersik dedaunan pohon semakin jelas di telingaku, seakan melarang aku untuk mengingat masa itu. aku tersenyum sambil menghembuskan napas pangjang yang mengungkapkan bahwa peristiwa itu sungguh berat kuhadapi. Cepat-cepat wajah itu kusingkirkan dari pikiranku, tak ingin mengenangnya lebih lama. Aku dikejutkan suara seseorang yang menyapaku, ”belum tidur kakak? “sebentar lagi dek, masih ingin menikmati malam yang indah ini” jawabku sambil melempar senyum padanya. Akankah hidupku seindah langit yang dihiasi bintang-bintang itu? ah....semua telah diatur oleh Dia, bisikku perlahan tapi pasti.

Perjalanan panjang kulalui untuk meraih hidup dan hal itu membutuhkan perjuangan panjang, menghadapi tebing-tebing tinggi, duri-duri tajam dan jurang yang dalam. Namun aku mencoba untuk tetap berdiri dijalan-Nya mencoba berdamai dengan wajah itu. wajah yang selama ini menakutkan bagiku. Walau aku yakin bahwa Dia sudah mempunyai rencana yang indah dalam hidupku. Dalam doaku wajah itu selalu hadir, wajah itu juga yang selalu mengingatkanku untuk selalu percaya bahwa Dia akan selalu berkorban untukku.  Wajah itu yang kadang memberikan aku semangat baru dikala aku mendaki tebing dan bukit yang tinggi. Dia yang setia mengulurkan tangan-Nya untuk menopang aku dari kejatuhanku. Tetapi mengapa wajah itu menakutkan bagiku?  Ketakutan, kesedihan dan pertanyaan silih berganti menghantui aku malam itu. Bayang-bayang kesedihan menyusuri seluruh tubuhku, malam itu berlalu hanya dihiasai wajah itu dan angan-angan yang tanpa harapan.

Kubaringkan tubuh yang letih dan penat pada kasur tempat tidurku yang berukuran 2x3, pandanganku menerawang menembus dingding kamarku, berharap menemukan jawaban yang pasti mengapa wajah itu menakutkan bagiku sekarang ini dan sejenak kemudian aku tertidur tak sadarkan diri.

Suara indah yang dilantunkan oleh saudari-saudariku membuatku terbangun dan tersadar kala kini sudah pagi hari. Aku bergegas meraih handuk dan berjalan menuju kamar mandi. Setelah semua selesai, aku berlari kecil menuju tempat yang biasa kami gunakan untuk mensyukuri pengalaman yang dirasakan. Dalam perjalanan menuju ruangan itu, aku mendengar seperti orang mengetuk, kupusatkan telinga ingin mengetahui dari mana arah suara itu sambil berjalan perlahan menuju tempat di mana suara itu berada. Suara itu berasal dari dalam sebuah pot bunga besar dan aku melihat seekor tikus kecil berusaha untuk melepaskan diri dari pot tersebut. Dalam hati aku tersenyum sambil berkata “mampus” tetapi saat mataku bertatapan dengan matanya, seolah-olah dia memelas meminta pertolongan padaku agar aku membebaskannya. Kulihat kepala dan wajah tikus yang penuh memer karena sepanjang malam terantuk pada pot bunga, berusaha untuk membebaskan diri. sejenak aku terdiam, wajah yang menakutkan penuh memar yang menakutkan itu seakan berpapasan dengan wajahku membuat terkejut. Rasa iba dan kasihan menyelimuti hatiku membuat aku ingin segera membebaskan tikus kecil itu. Malam ini aku dan tikus mengalami pengalaman yang hampir sama. Tikus ingin membebaskan diri dari pot bunga yang membuat ia tidak bebas melakukan aktivitasnya malam itu, sedangkan aku berusaha untuk menghilangkan wajah yang menakutkan itu dari ingatan dan pikiranku. Aku memandang ke alam sekitar, raja matahari mulai menampakkan diri, menunjukkan keperkasaannya bahwa dia mampu menerangi dunia ini. dia menerangi semua jagat dan makhluk tanpa ada perasaan takut kepada siapapun. Tidak seperti aku yang selalu takut bila wajah itu tiba-tiba hadir dalam angan-anganku. Andaikan aku matahari, apakah aku bisa menyinari semua orang yang aku benci seperti aku menyinari orang yang wajahnya menakutkan bagiku? Bisikku sambil menghela napas. Aku berjalan menyusuri jalan yang ditumbuhi pohon2 besar yang menambah sejuk dan indahnya hari itu. Derita hidup hilang kala kupandang laut ciptaan-Nya dan kebahagiaan kini mendatangiku. Terlihat lautan bebas dari sela-sela pepohonan, tenang dan begitu damai. Benarkah hatiku sedamai lautan samudera saat ini? kataku sambil berbisik berharap tak ada yang mendengarkan. Ah....biarlah semua tinggal kenangan. Ingin aku melihat wajah itu, berharap tidak akan bersedih lagi. Wajah yang menakutkan selama ini. aku mencari diantar pepohonan dan dingding-dingding bangunan megah itu, tapi tiada kutemukan. Aku menangis berlari berharap wajah itu belum pergi jauh dari tempat itu. Aku berhenti...melihat bangunan kecil mungil, aku mendekat perlahan-lahan, menyetuh dingding bangunan itu. aku mencari dimana pintu masuk ke dalam ruangan itu. Dengan hati-hati akhirnya aku menemukan pintu dan membuka perlahan-lahan agar tidak sampai ada orang yang mengetahui bahwa aku berada dalam bangunan indah itu. Aku terkejut, aku melihat seseorang berada dalam ruangan itu sambil kepala tertunduk. Kucoba mendekat. Ingin tau siapa gerangan orang itu. aku tidak dapat melihat wajahnya karena ditutupi rambut gondrong yang tidak rapi itu. siapa kamu dan mengapa kamu di sini? Tanyaku perlahan penuh rasa takut. Ini rumahku, jawabnya penuh kelembutan. Mengapa kamu sedih? Apa yang terjadi? Tambahku ingin tahu karena dia tidak mau menunjukkan wajahnya kepadaku. Dia mulai bercerita katanya, dulu aku punya seorang teman yang sangat dekat, sedihku adalah sedihnya, bahagianya adalah bahagiaku. aku sangat bahagia, jika dia ada disampingku, aku juga selalu setia bersamanya dalam suka dan pergumulannya mengarungi hidup ini. aku tidak tau, mengapa dia membenci aku, mengapa dia tidak mau melihat wajahku?. Mengapa dia selalu menjauh dari aku seakan dia tidak mengenal aku, karena itulah aku ingin menyendiri di sini dan berharap suatu saat nanti akan mencari aku ditempat ini. karena tempat ini adalah awal perjumpaan kami. Tempat ini adalah tempat kami berbagi cerita suka dan duka, tempat ini juga tempat dia menangis mengisahkan perjuangannya hidup bersama dengan saudari-saudarinya. Aku sudah capek mengikuti dia ke mana dia pergi, tetapi sepertinya dia tidak membutuhkan aku lagi. Sudah tiga bulan aku duduk dan menanti dia datang ke tempat ini. Setiap ada yang masuk, aku berharap dia yang datang. Tapi diantara wajah-wajah yang datang itu tak kutemukan sahabatku itu. Akupun menangis mendengar semua kisah sahabatku itu, aku menegakkan kepalanya, menyibakkan rambutnya yang menutupi wajahnya agar ia dapat melihat bahwa akulah sahabatnya yang telah hilang itu. Akulah yang selalu menjauh darinya, aku yang membencinya. Bukalah matamu, kataku hampir tak kedengaran. Mata dan wajah yang selama ini menakutkanku kini membuat aku damai dalam pelukannya, membuat aku bahagia. Membuat air mata kesedihan menjadi air mata kebahagiaan, membuat kesedihan menjadi kebahagiaan yang tak terkatakan. Kupandang bola matanya yang memancarkan sinar kebahagiaan, wajah yang sedih menjadi wajah penuh damai. Semangatku pulih kembali karena dia selalu ada dalam liku-liku hidupku. Canda dan tawa menghiasi kebersamaan kami dalam ruangan itu. Bersama dia adalah saat yang paling indah dalam hidup ini. kami berjanji bawa setiap hari kami akan bertemu selama 15 menit di Gedung mungil itu yang nama lainnya adalah Ruang Adorasi “Maria Tak Bernoda”.
Wajah itu tidak akan menakutkan lagi.......wajahnya membuat hatiku damai dan tenteram. Dia sahabat sejatiku namanya tak lain dan tak bukan YESUS.


By. Sr.M.Winanda Siregar FCJM

Category:

www.fcjmindonesia.org:
Website ini adalah halaman online resmi Kongregasi Suster FCJM Indonesia. Terimakasih sudah berkunjung, semoga informasi yang kami muat berguna untuk kita semua. Terimakasih