Pendidikan: Password Masa Depan Bangsa

Unknown | 03.17 |

Pengalungan Bunga kepada Mgr.Anicetus B. Sinaga, OFMCap.
KURANG LEBIH lima ratusan orang undangan, yang terdiri dari anak didik, pendidik, tenaga kependidikan dan orangtua siswa/i SD St. Antonius Padua Tigadolok, para Suster FCJM,  keluarga besar TK St. Antonius Padua, jajaran pemerintahan dinas Kecamatan Dolok Panribuan, dan umat yang hadir berbaur menjadi satu di depan panggung perayaan pesta syukuran atas pemberkatan dan peresmian SD St. Antonius Padua Tiga Dolok, pada Jumat (16/09/2016). Pelataran gedung baru SD St. Antonius ini mencatat sebuah sejarah bagi Yayasan Puteri Hati Kudus (YPHK) atas lahirnya sekolah pencipta insan-insan yang berbudi pekerti, beriman, dan bertakwa.

Pagi yang cerah, saat nafas pertama sang fajar berhembus menyapa angin, terdengar dentuman marching band yang dibawakan oleh siswa/i SD St. Antonius Padua Tiga Dolok menggelegar menyambut kedatangan rombongan Yang Mulia Uskup Keuskupan Agung Medan, Mgr. Anicetus Bongsu Antonius Sinaga, OFMCap., para imam, Dewan Pimpinan FCJM Provinsi Indonesia, Pengurus Yayasan Puteri Hati Kudus, dan jajaran pemerintahan kecamatan Dolok Panribuan. Hari itu, Jumat 16/09/2016 mencatat sebuah sejarah bahwa acara pemberkatan dan peresmian SD St. Antonius Padua Tiga Dolok, yang di awali dengan pengalungan bunga kepada Yang Mulia Bapak Uskup Mgr. Anicetus B. Sinaga, OFMCap., Provinsial FCJM Provinsi Indonesia, Sr.M.Cornelia Silalahi FCJM, Ketua Yayasan Puteri Hati Kudus (YPHK), Sr.M.Frederika Hasugian FCJM dan Dandrem 022 Pantai Timur Pematangsiantar diwakili oleh Kasilog Letkol B.Simbolon.  Acara dilanjutkan dengan Perayaan Ekaristi yang dipimpin oleh Yang Mulia Bapak Uskup Agung Medan, di damping oleh beberapa imam konselebran, pada Pkl 09.00 WIB, kemudian perecikan ruangan sekolah, penandatanganan Prasasti, pemotongan pita, serta acara ramah tamah.
Pengguntingan Pita oleh Yang Mulia Bapak Uskup
Dalam kotbahnya, Yang Mulia Bapak Uskup menyampaikan bahwa belum lama ini kita umat Katolik se-Kesukupan Agung Medan melaksanakan perhelatan akbar yakni SINODE VI KAM, yang mengusung tema “keluarga adalah Gereja kecil”. Hal ini memuat misi pendidikan bahwa keluargalah sekolah perdana bagi anak-anak. Sebagaimana kita sering mendengar dalam pengumuman di Gereja bagi setiap anak yang lahir, dikatakan dalam bahasa batak: ”sai gabe anak na hasea ma dakdanak on diadopan ni Debata dohot dongan jolma” (Semoga anak ini ini menjadi orang yang berguna dihadapan Tuhan dan sesamanya). Ungkapan ini mengandung makna Pancasilais yang paling mendasar, juga sesuai dengan isi dokumen Gereja mengenai pendidikan maupun dokumen nasional. Hendaklah anak didik menjadi anak yang takwa kepada Tuhan dan berjasa bagi masyarakat. Hendaklah anak didik menjadi orang beriman dan takwa kepada Tuhan dan berjasa kepada Masyarakat.
Kiranya insan-insan pendidikan dan keluarga di tempat ini berjanji agar tidak akan pernah melahirkan orang-orang yang berwatak keras dan jahat. Mari mewujudkan cita-cita bangsa kita yakni menjadi pembawa damai dan persaudaraan sejati. Saya mengundang kita semua yang hadir disini, untuk melaksanakan pesan dari Konferensi Tingkat Tinggi Asia–Afrika di Bandung tahun 1955, yang sangat men dambakan persaudaraan seluruh dunia dan perdamaian lestari bagi segala bangsa. Sekolah dan keluarga umat disini dituntut untuk bahu membahu, bersama dengan pemerintah melahirkan orang-orang yang luhur serta bijak sebagaimana telah dicita-citakan UUD 1945, yakni hendaklah kita mengutamakan persaudaraan sejati dan perdamaian seluruh dunia. Jika hal ini kita patrikan dalam diri kita, alangkah ajaib dan mulianya, alangkah indahnya hari ini menjadi permulaan yang sangat cerah, tambahnya.
Kita telah mengetahui bahwa sekolah merupakan “taman” intelektual. Di dalamnya terdapat permainan intelek (asah, asih dan asuh nalar nurani) bagi orang-orang yang mencintai pendidikan. Ketika ditransfer dalam perspektif agama, sekolah kemudian diartikan sebagai “taman mini” Kerajaan Allah yang mengakomodir setiap orang untuk mendapat pendidikan yang layak. Untuk menuwujudkan hal ini, para pemangku pendidikan perlu kiranya menyediakan fasilitas yang mendukung. Fasilitas yang mendukung tersebut yakni, para pendidik baik kepala sekolah, pendidik dan kependidikan, gedung sekolah, dan fasilitas lainnya. Keseluruhan stakeholder itu turut menentukan kompetensi anak didik yang diharapkan.
Yang Mulia Uskup Medan, Para Imam Konselebran, DPP FCJM, Pengurus YPHK berpose bersama
Pendidikan juga merupakan alat prediksi bagi kesejahteraan jangka panjang bagi suatu negara. Dari pendidikan akan tercipta generasi muda  pencetak SDM yang terampil, mumpuni, berkualitas dan profesional. Hal inilah yang menggerakkan Yayasan mendirikan sekolah dasar ini sebagai sekolah formal dengan bangunan yang memadai, berharap anak didik dan kaum pendidik merasa nyaman, damai, dan tentram dalam melaksanakan proses belajar mengajar setiap harinya.
Secara geografis, lokasi SD St. Antonius Padua cukup primitif dan nampaknya sulit untuk berkembang karena rumah di sekitar sekolah tersebut masih bisa dihitung dengan jari, sehingga Bpk. Albert Sinaga, pengurus YPHK dalam sambutannya mengatakan secara materi Yayasan mengalami kerugian dalam membangun gedung sekolah ini, dan akan lebih menguntungkan bila diinvestasikan ke bank. Namun, Yayasan mendirikan sekolah ini bukanlah untuk akses bisnis, dan Yayasan berusaha menabung di BTS (Bank Tabungan Sorga), sehingga Yayasan merasa sangat beruntung karena menabung kebaikan di tempat ini. Ada ungkapan dalam bahasa simalungun mengatakan ai aha do na I parayak mu na manggoluh on (apa yang kamu cari di dalam hidup ini). Diharapkan sekolah ini menjadi istana yang  membahagiakan bagi anak-anak bangsa. Maka, perlu ada sinergitas antara kaum pendidik, orangtua, dan pemerintahan. Orangtua perlu menyadari perannya sebagai guru dan imam. Sebagai guru yang yang memberikan pendidikan dan pengajaran dan sebagai imam yang menguduskan dan gembala yang menuntun dan mengarahkan. Inilah implementasi tema SINODE VI KAM yang baru saja kita laksanakan, yakni “keluarga sebagai gereja kecil”.
Sekolah ini akan berupaya mengangkat harkat mereka yang kurang beruntung dalam masyarakat sehingga menjadi setara dengan mereka yang memiliki previlese. Sehingga dalam konteks ini, guru memiliki fungsi liberatif, yakni membebaskan mereka dari belenggu kemiskinan dan membuat anak-anak orang miskin mengalami mobilitas sosial dalam masyarakat. Namun, bagi setiap orang yang memungkinkan terjadinya mobilitas sosial, terdapat juga pandangan lain yang lebih radikal. Alih-alih sebagai lembaga yang membebaskan, seperti kita lihat pada kenyataannya banyak sekolah hanya melestarikan status quo dan mereproduksi struktur sosial dan ketimpangan dalam masyarakat. Sekolah memiliki fungsi konservatif, yaitu melanggengkan ketimpangan dan semakin memperlebar jurang perbedaan antara si kaya dan si miskin. Sekolah bukannya membawa si miskin pada mobilitas sosial lebih tinggi melainkan malah membuatnya terpinggir dan tersisih. Mudah-mudahan hal ini tidak akan dijumpai di sekolah ini.
Oleh karena itu, tugas berat berada di pundak para guru kami, demikian disampaikan oleh Sr.M.Cornelia Silalahi FCJM, Provinsial FCJM.  Kita tau bahwa guru adalah pelaku perubahan. Di zaman kita yang kompleks ini, ditangan para gurulah kita letakkan hakekat perubahan itu, karena dengan kegiatannya mengajar, ia membentuk identitas keguruannya. Dan melalui identitas inilah ia mengukuhkan dirinya sebagai pelaku perubahan. Kegiatan mengajar yang dilakukan guru di kelas akan memberikan perubahan dalam diri siswanya yang akan berguna bagi hidupnya mengatasi batas-batas kelas. Sebagai pelaku perubahan, guru menngubah siswa menjadi lebih baik, lebih pandai, lebih memiliki ketrampilan yang berguna bagi pengembangan profesi mereka dalam masyarakat. Guru membuat siswa memahami persoalan dengan lebih jernih sehingga mampu membuat keputusan dan bertindak secara tepat dan bertanggungjawab dalam hidup mereka. Guru yang baik membuat siswa siap terjun secara aktif dalam masyarakat sehingga mampu membangun dan menciptakan tatanan masyarakat yang lebih baik dari yang sekarang ini mereka alami. Singkatnya, guru menjadi penentu perubahan dan masa depan bangsa. Maka diharapkan, guru tetap mampu menumbuhkan kemampuan dirinya sebagai pelaku perubahan adalah dengan menghayati visi pribadi. Dengan demikian, kita ambil kesimpulan bahwa Pendidikan adalah password penyambung masa depan bangsa yang lebih cerah.
Untuk itu, kami sangat mengharapkan adanya kerjasa sama yang baik antara Yayasan, kepala sekolah, guru, orangtua, anak didik, pihak pemerintahan setempat, Gereja, dan semua saja yang berandil dalam menentukan kemajuan dan mutu anak-anak bangsa kita di tempat ini. Hal ini memang tidaklah gampang, namun kami yakin dengan niat baik yang tertanam di hati kita masing-masing kita mampu mengayunkan perahu pendidikan di sekolah ini kearah yang lebih baik dan maju, ungkap Sr. Cornelia saat mengakhiri acara ini. * Sr. Angela Siallagan FCJM.

Category:

www.fcjmindonesia.org:
Website ini adalah halaman online resmi Kongregasi Suster FCJM Indonesia. Terimakasih sudah berkunjung, semoga informasi yang kami muat berguna untuk kita semua. Terimakasih