Pesta syukuran,  pemberkatan dan peresmian Perguruan Assisi di Kota Batak patut dirayakan dengan meriah dan agung. Luapan rasa syukur ini menjadi bagian  sejarah bagi Konggregasi FCJM  secara khusus di bidang pendidikan dalam naungan Yayasan Puteri Hati Kudus (YPHK)  di tingkat TK, SD, dan SMP . Pada  umumnya, pengalaman hidup bahagia selalu diawali dengan usaha keras untuk mencapainya. Maka Sebagai bagian dari sejarah konggregasi FCJM, Perguruan Assisi di Kota Batak diawali pula dengan  perjuangan  cukup berat, yang  akhirnya ketiga tingkat sekolah tersebut mendapatkan  IMB dan izin operasional Sekolah setelah lima tahun beroperasi.

Selasa, 29 Oktober 2013 terdengar dentuman marching band yang dibawakan oleh siswa/i TK, SD, dan SMP Assisi Kota Batak menggelegar menyambut fajar pagi setelah melewati malam yang begitu pekat. Pesta yang semarak ini merupakan kerinduan terdalam yang diimpikan oleh anak didik, pendidik, dan tenaga kependidikan. Bapak Uskup Mgr. Martinus Situmorang OFM  Cap., para Imam, para Suster FCJM utusan dari beberapa komunitas, para Suster dari beberapa Kongregasi sebagai undangan,seluruh keluarga besar TK, SD, SMP Assisi Kota batak, orangtua siswa-siswi, jajaran pemerintahan dinas Kabupaten Kampar dan umat yang hadir berbaur menjadi satu di depan panggung perayaan pesta syukuran atas pemberkatan dan peresmian Perguruan Assisi Kota Batak. Rasa syukur ini disatukan dalam Perayaan Ekaristi yang dipimpin oleh Uskup Padang Mgr. Martinus Situmorang OFM  Cap., bersama konselebran RP. Harold Harianja OFM Cap., RP. Franco Qualizza SX., dan RP. Pancani SX.  Selama perayaan Ekaristi berlangsung,  paduan suara dari siswa/i SD dan SMP Assisi Kota Batak mengiringinya dengan penuh semangat.
Dalam kotbahnya, Mgr. Martinus mengajak semua umat yang hadir  untuk bersyukur dengan segala suka duka,  yang dialami selama proses pengurusan IMB dan Ijin operasional sekolah ini. Kita patut bersyukur karena dengan berbagai pengalaman itu, pada hari ini kita dapat bergembira bersama. Semuanya itu menjadi tanda bahwa Tuhan turut bekerja dalam karya , kita pantas bersyukur atas beban, kekurangan, bersyukur kalaupun ada hujan dan badai, bersyukur atas segala sesuatu yang merupakan bagian dari tugas perutusan sebagai kehormatan bagi kita.  Dan kita mampu ambil bagian dalam karya penyelamatan dan penebusan humanisme. Karya  pendidikan ini merupakan sarana bagi kita untuk memanusiakan manusia yang bermoral, berkepribadian kokoh, dan menjadi saudara/i bagi sesamanya. Pendidikan kita akan gagal total meskipun meraih olimpiade kalau anak-anak yang  kita didik menjadi orang-orang yang egois dan tak mampu berkorban.
Semua undangan yang hadir pada saat itu,  menikmati pertunjukan kreativitas siswa/i TK, SD, SMP Assisi Kota Batak yang menjadi kegiatan acara  untuk memeriahkan pesta syukuran ini.


Dinamika memperjuangkan IMB dan Izin Operasional Sekolah
    Setelah melalui proses yang cukup panjang, akhirnya  setelah lima tahun sekolah TK, SD, dan SMP Assisi Kota Batak ini berdiri dan ber-operasi, pihak pemerintahan Kabupaten Kampar  memberikan IMB dan Ijin operasional. Jika kita menoleh ke belakang, kita kembali diingatkan akan alasan mengapa sekolah ini didirikan oleh Yayasan Puteri Hati Kudus di bawah naungan Konggregasi FCJM, yang pada saat itu ketua YPHK adalah Sr. M. Vinsensia Simbolon, FCJM.  Ada beberapa alasan mendirikan sekolah tersebut, yaitu :
1.    Permintaan/keinginan masyarakat Kota Batak yang mendesak para Suster FCJM supaya membuka sekolah tingkat  TK, SD, SMP.
2.    Daya tampung siswa di Sekolah negeri yang ada di sekitar Kota Batak terbatas
3.    Lokasi lahan pembangunan sekolah akan dibuka sekitar 5 km antara dua desa yang besar yaitu Kota Garo dan Petapahan.
4.    Bahwa Konggregasi FCJM melalui perguruan Swasta Assisi mengambil peran untuk mencerdaskan anak bangsa melalui  pelayanan di bidang pendidikan.
Berkat dukungan masyarakat, kepala dusun, kepala desa, Yayasan Puteri hati Kudus (YPHK) melaporkan kepada Camat, Kacab Dispora Petapahan, Kadispora Kampar bahwa akan membuka berkarya di Kota Batak dengan  pelayanan di bidang pendidikan. Pengurus YPHK, para Suster yang berkarya di sekolah Assisi Kota Batak, masyarakat setempat yang mendukung karya ini berjuang keras tanpa henti-hentinya memohon kepada pihak pemerintahan yang ada di kabupaten Kampar untuk memberikan izin kepada suster-suster Kongregasi FCJM dalam  menerbitkan IMB dan Izin operasional. Namun,  pengurusan IMB dan ijin operasional di daerah Riau yang terkenal dengan sebutan serambi Mekkah Riau sangat sulit dan membutuhkan tekad dan cinta  yang luar biasa. Selama lima tahun, Kita seperti menanti setitik gerimis di tanah yang tandus.
    Perjuangan mendapatkan IMB dan ijin operasional sekolah merupakan konflik yang berat tetapi juga berharga. Hal ini merupakan masalah eksternal yang dihadapi sejak awal sekolah ini berdiri.  Dimana banyak pihak yang menyampaikan keberatan dan penolakan atas pendirian sekolah ini, baik yang berasal dari sekolah-sekolah terdekat, penatua-penatua adat, ninik mamak, dan banyak pihak lain dengan berbagai alasan. Bahkan Dinas Dikpora sempat membuat surat resmi yang mengatakan bahwa sekolah ini harus ditutup.

Doa dan harapan didaraskan oleh para Suster, untuk kepentingan harapan mendapatkan IMB dan Ijin Operasional.  “Namun, perjuangan tidak berhenti sampai disitu, sebagaimana Muder Maria Clara Pfander mengatakan bahwa “situasi yang keras menuntut tindakan yang keras pula”, dan "Matahari masih tetap di atas untuk menyinari kegelapan ini”.  
Menunggu diterbitkannya IMB dan ijin Operasinal, maka sekolah  mengambil kebijakan bahwa  anak didik untuk sementara bergabung dengan sekolah negeri. TK bergabung ke TK Nusa Indah, SD bergabung ke SD Negeri 2 dan SMP bergabung ke SMP Negeri 4.

Menuai Hasil
    Maka pada tanggal 06 Maret 2013, Pemerintah memberikan ijin operasional SD Assisi Kota Batak No. 421/KPTS/P dan – DIKNAS/2153 dan SMP Assisi Kota batak No. 421/KPTS/P dan K-DIKNAS/2152  dan IMB untuk sekolah TK, SD dan SMP Assisi Kota Batak No. 650/CKTR/IMB/93 tgl : 29 agustus 2013.
  Seluruh anak didik, tenaga kependidikan, dan pendidik turut serta ambil bagian dalam rasa syukur yang disalurkan lewat penampilan bakat diantaranya ; marhing band, tarian, nyanyian, dan lain-lain.
    Rasa optimis terpancar di wajah Ibu Eva Yuliana yaitu istri Bupati sekaligus ketua FORKI (Federasi Olah Raga Krate Indonesia) saat memotong pita pada pembukaan acara,  dengan semangat  beliau mengatakan: semoga sekolah ini berkembang dan melebarkan sayapnya dalam meningkatkan akal budi anak didik di daerah Kampar.
    Menanggapi harapan masyarakat, ketua Yayasan Sr. M. Frederika Hasugian dalam sambutannya mengatakan bahwa hal itu sedang diupayakan  ditindak lanjuti sehingga anak didik kita akan semakin berkembang dan kreativ. Upaya itu telah nyata kita lihat melalui  peletakan batu pertama menambah sarana  lapangan sepak bola   untuk seluruh anak didik dan masyarakat setempat.
Sr. M. Cornelia Silalahi, FCJM sebagai Propinsial FCJM Indonesia, juga menyampaikan kata sambutan dengan mengajak seluruh keluarga besar perguruan Assisi yang ada di Kota Batak dan masyarakat setempat  berharap, supaya sarana itu akan menambah kualitas dan kuantitas sekolah kita ini. . Kehadiran sekolah ini adalah sarana untuk mendidik anak menjadi cerdas, beriman, berkarakter, bermoral, berdisplin. Oleh karena itu, kami menyampaikan rasa terima kasih kami yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang terlibat dalam proses pengurusan IMB dan izin oprasional ini secara khusus kepada Sr. Vinsensia Simbolon, Sr. Clarentia Hasugian, Sr. Alberta Gultom FCJM, Sr. Albertine Situmorang FCJM, Sr. Frederika Hasugian, Bapak Nikolas Simanjuntak, S. H. M.H, Ardin Pane Sitorus, S.H, masyarakat sekitar, orangtua  siswa, dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
    “Kita berharap bahwa kelak anak-anak yang kita didik di sekolah ini menjadi pemangku jabatan di dalam Pemerintahan Negara. Maka marilah kita bersama-sama saling membantu dan kerja sama meningkatkan mutu pendidikan sekolah secara khusus di kabupaten Kampar. Maka, seperti yang dikatakan oleh Mgr. Martinus , “marilah kita bersyukur atas segala perjuangan yang pernah ada dan dalam rasa syukur, marilah kita semakin meningkatkan mutu pendidikan di sekolah ini dan menjadi sarana peningkatan karya pelayanan dan cinta kasih kita”.
Satu hati, satu tekad, meraih cita dan cinta di kota Batak menjadi nyata. Mari kita melaksanakan karya pelayanan dengan penuh cinta kasih.


Malam itu sepi dan sunyi. Kupandang langit biru yang dihiasi oleh bintang-bintang. Kedipan bintang yang bercahaya indah itu mengingatkan aku akan kenangan masa lalu. Kenangan bersama dia yang telah jauh di sana. Wajah yang delapan tahun telah menghilang dari lubuk hatiku. Gemersik dedaunan pohon semakin jelas di telingaku, seakan melarang aku untuk mengingat masa itu. aku tersenyum sambil menghembuskan napas pangjang yang mengungkapkan bahwa peristiwa itu sungguh berat kuhadapi. Cepat-cepat wajah itu kusingkirkan dari pikiranku, tak ingin mengenangnya lebih lama. Aku dikejutkan suara seseorang yang menyapaku, ”belum tidur kakak? “sebentar lagi dek, masih ingin menikmati malam yang indah ini” jawabku sambil melempar senyum padanya. Akankah hidupku seindah langit yang dihiasi bintang-bintang itu? ah....semua telah diatur oleh Dia, bisikku perlahan tapi pasti.

Perjalanan panjang kulalui untuk meraih hidup dan hal itu membutuhkan perjuangan panjang, menghadapi tebing-tebing tinggi, duri-duri tajam dan jurang yang dalam. Namun aku mencoba untuk tetap berdiri dijalan-Nya mencoba berdamai dengan wajah itu. wajah yang selama ini menakutkan bagiku. Walau aku yakin bahwa Dia sudah mempunyai rencana yang indah dalam hidupku. Dalam doaku wajah itu selalu hadir, wajah itu juga yang selalu mengingatkanku untuk selalu percaya bahwa Dia akan selalu berkorban untukku.  Wajah itu yang kadang memberikan aku semangat baru dikala aku mendaki tebing dan bukit yang tinggi. Dia yang setia mengulurkan tangan-Nya untuk menopang aku dari kejatuhanku. Tetapi mengapa wajah itu menakutkan bagiku?  Ketakutan, kesedihan dan pertanyaan silih berganti menghantui aku malam itu. Bayang-bayang kesedihan menyusuri seluruh tubuhku, malam itu berlalu hanya dihiasai wajah itu dan angan-angan yang tanpa harapan.

Kubaringkan tubuh yang letih dan penat pada kasur tempat tidurku yang berukuran 2x3, pandanganku menerawang menembus dingding kamarku, berharap menemukan jawaban yang pasti mengapa wajah itu menakutkan bagiku sekarang ini dan sejenak kemudian aku tertidur tak sadarkan diri.

Suara indah yang dilantunkan oleh saudari-saudariku membuatku terbangun dan tersadar kala kini sudah pagi hari. Aku bergegas meraih handuk dan berjalan menuju kamar mandi. Setelah semua selesai, aku berlari kecil menuju tempat yang biasa kami gunakan untuk mensyukuri pengalaman yang dirasakan. Dalam perjalanan menuju ruangan itu, aku mendengar seperti orang mengetuk, kupusatkan telinga ingin mengetahui dari mana arah suara itu sambil berjalan perlahan menuju tempat di mana suara itu berada. Suara itu berasal dari dalam sebuah pot bunga besar dan aku melihat seekor tikus kecil berusaha untuk melepaskan diri dari pot tersebut. Dalam hati aku tersenyum sambil berkata “mampus” tetapi saat mataku bertatapan dengan matanya, seolah-olah dia memelas meminta pertolongan padaku agar aku membebaskannya. Kulihat kepala dan wajah tikus yang penuh memer karena sepanjang malam terantuk pada pot bunga, berusaha untuk membebaskan diri. sejenak aku terdiam, wajah yang menakutkan penuh memar yang menakutkan itu seakan berpapasan dengan wajahku membuat terkejut. Rasa iba dan kasihan menyelimuti hatiku membuat aku ingin segera membebaskan tikus kecil itu. Malam ini aku dan tikus mengalami pengalaman yang hampir sama. Tikus ingin membebaskan diri dari pot bunga yang membuat ia tidak bebas melakukan aktivitasnya malam itu, sedangkan aku berusaha untuk menghilangkan wajah yang menakutkan itu dari ingatan dan pikiranku. Aku memandang ke alam sekitar, raja matahari mulai menampakkan diri, menunjukkan keperkasaannya bahwa dia mampu menerangi dunia ini. dia menerangi semua jagat dan makhluk tanpa ada perasaan takut kepada siapapun. Tidak seperti aku yang selalu takut bila wajah itu tiba-tiba hadir dalam angan-anganku. Andaikan aku matahari, apakah aku bisa menyinari semua orang yang aku benci seperti aku menyinari orang yang wajahnya menakutkan bagiku? Bisikku sambil menghela napas. Aku berjalan menyusuri jalan yang ditumbuhi pohon2 besar yang menambah sejuk dan indahnya hari itu. Derita hidup hilang kala kupandang laut ciptaan-Nya dan kebahagiaan kini mendatangiku. Terlihat lautan bebas dari sela-sela pepohonan, tenang dan begitu damai. Benarkah hatiku sedamai lautan samudera saat ini? kataku sambil berbisik berharap tak ada yang mendengarkan. Ah....biarlah semua tinggal kenangan. Ingin aku melihat wajah itu, berharap tidak akan bersedih lagi. Wajah yang menakutkan selama ini. aku mencari diantar pepohonan dan dingding-dingding bangunan megah itu, tapi tiada kutemukan. Aku menangis berlari berharap wajah itu belum pergi jauh dari tempat itu. Aku berhenti...melihat bangunan kecil mungil, aku mendekat perlahan-lahan, menyetuh dingding bangunan itu. aku mencari dimana pintu masuk ke dalam ruangan itu. Dengan hati-hati akhirnya aku menemukan pintu dan membuka perlahan-lahan agar tidak sampai ada orang yang mengetahui bahwa aku berada dalam bangunan indah itu. Aku terkejut, aku melihat seseorang berada dalam ruangan itu sambil kepala tertunduk. Kucoba mendekat. Ingin tau siapa gerangan orang itu. aku tidak dapat melihat wajahnya karena ditutupi rambut gondrong yang tidak rapi itu. siapa kamu dan mengapa kamu di sini? Tanyaku perlahan penuh rasa takut. Ini rumahku, jawabnya penuh kelembutan. Mengapa kamu sedih? Apa yang terjadi? Tambahku ingin tahu karena dia tidak mau menunjukkan wajahnya kepadaku. Dia mulai bercerita katanya, dulu aku punya seorang teman yang sangat dekat, sedihku adalah sedihnya, bahagianya adalah bahagiaku. aku sangat bahagia, jika dia ada disampingku, aku juga selalu setia bersamanya dalam suka dan pergumulannya mengarungi hidup ini. aku tidak tau, mengapa dia membenci aku, mengapa dia tidak mau melihat wajahku?. Mengapa dia selalu menjauh dari aku seakan dia tidak mengenal aku, karena itulah aku ingin menyendiri di sini dan berharap suatu saat nanti akan mencari aku ditempat ini. karena tempat ini adalah awal perjumpaan kami. Tempat ini adalah tempat kami berbagi cerita suka dan duka, tempat ini juga tempat dia menangis mengisahkan perjuangannya hidup bersama dengan saudari-saudarinya. Aku sudah capek mengikuti dia ke mana dia pergi, tetapi sepertinya dia tidak membutuhkan aku lagi. Sudah tiga bulan aku duduk dan menanti dia datang ke tempat ini. Setiap ada yang masuk, aku berharap dia yang datang. Tapi diantara wajah-wajah yang datang itu tak kutemukan sahabatku itu. Akupun menangis mendengar semua kisah sahabatku itu, aku menegakkan kepalanya, menyibakkan rambutnya yang menutupi wajahnya agar ia dapat melihat bahwa akulah sahabatnya yang telah hilang itu. Akulah yang selalu menjauh darinya, aku yang membencinya. Bukalah matamu, kataku hampir tak kedengaran. Mata dan wajah yang selama ini menakutkanku kini membuat aku damai dalam pelukannya, membuat aku bahagia. Membuat air mata kesedihan menjadi air mata kebahagiaan, membuat kesedihan menjadi kebahagiaan yang tak terkatakan. Kupandang bola matanya yang memancarkan sinar kebahagiaan, wajah yang sedih menjadi wajah penuh damai. Semangatku pulih kembali karena dia selalu ada dalam liku-liku hidupku. Canda dan tawa menghiasi kebersamaan kami dalam ruangan itu. Bersama dia adalah saat yang paling indah dalam hidup ini. kami berjanji bawa setiap hari kami akan bertemu selama 15 menit di Gedung mungil itu yang nama lainnya adalah Ruang Adorasi “Maria Tak Bernoda”.
Wajah itu tidak akan menakutkan lagi.......wajahnya membuat hatiku damai dan tenteram. Dia sahabat sejatiku namanya tak lain dan tak bukan YESUS.


By. Sr.M.Winanda Siregar FCJM

Sebuah perayaan yang diadakan di aula sekolah Assisi medan 11 april 2015, tepatnya hari sabtu. Perayaan yang didikuti TK, SD dan SMP. Suasana cuaca yang cerah dan sejuk mendukung semua acara paskah. Pagi hari yang sejuk itu diawali dengan ibadat untuk anak-anak TK dan SD kelas rendah yang dipimpin oleh Sr.Valeriana Ndruru kepala sekolah TK Assisi. Terdengar lantunan lagu-lagu paskah yang merdu dinyanyikan untuk mengisi ibadat. Ibadat diakhiri dengan menerima berkat dari Pastor Erwin simanullang Ofm Cap.
Tak terasa hari mulai siang namun sebelum perayaan ekaristi yang di ikuti seluruh siswa-siswa SMP dan Siswa-siswi SD kelas tinggi, kesempatan itu dipakai oleh anak-anak SMP mencari telur paskah dan menghias telor. Saat waktunya tiba untuk perayaan ekaristi seluruh anak didik dan para guru segera menuju aula untuk mengikuti perayaan ekristi. Perayaan mulia ini dipimpin oleh pastor Erwin Simanullang. Dalam kotbahnya pastor mau mengajak para siswa-siswi untuk tujuan dari sebuah cita-citanya. Sebuah cita-citanya bukan mendapatkan keuntungan semata atau berupa materi atau lajim disebut uang namun lebih pada makna yang lebih dari itu yaitu pelayanan.
Demikian juga untuk para guru dan pegawai diajak untuk menunjukkan pelayanan atau lebih melihat nilai luhur dari tugas sehari-hari sebagai tenaga pendidik disekolah. Perayaan ini berlangsung dengan agung dan meriah dengan semangat para orang-orang muda. Setelah perayaan ekaristi dilanjutkan dengan makan telor paskah dikelas masing-masing. Setelah para siswa diperkenankan pulang para guru dan pegawai makan bersama sebagai tanda kesatuan dan kasih persaudaraan sebagai satu keluarga di sekolah Assisi medan.
Sebuah semangat paskah atau kebangkitan tak hanya menjadi sebuah perayaan semata, namun terpatri sebuah harapan dalam setiap hati yakni mengalami kebangkitan yang berasal dari Yesus sendiri. Tak ada yang lebih membahagiakan saat kita menemukan keindahan dan kedamaian di sekitar kita dan lebih lagi didalam hati kita.
Karena kebangkitan Tuhanlah maka kini kita dapat merayakan Paskah, Tuhan meninggalkan kubur-Nya untuk bersatu dengan kita. Yesus meninggalkan kubur dan ingin masuk dalam hati kita agar kita dapat mengalami kasih-Nya yang tak terhingga. Saat ini tugas kita adalah membuka hati dan membiarkan yesus masuk kedalamnya sehingga kita mampu mewartakan kebangkitanya bagi siapa saja yang kita jumpai dalam hidup kita. SELAMAT PASKAH ALELUYA.


(Refleksi Weekend Kaul Kekal Balita FCJM)

PANGGILAN hidup membiara itu adalah anugerah Tuhan. Panggilan tersebut merupakan pilihan dasar  manusia untuk menjadi sempurna lewat tugas pelayanan kepada Tuhan dan sesama. Oleh karena itu, setiap orang yang terpanggil hendaknya “berjiwa merdeka” dalam menghidupi pilihan tersebut agar mengalami sukacita injili.

Merupakan tema dalam weekend tahun 2015 ini bagi para suster FCJM yang sudah berkaul kekal 1–5 tahun, yang dilaksanakan pada tanggal 19 – 20 Februari 2015 di Sinaksak dan ditutup dengan piknik rohani di Parapat-Samosir.

Hal ini senada dengan seruan Paus Fransiskus yang telah mengumumkan bahwa tahun 2015 akan didedikasikan sebagai Tahun Hidup Bakti (Year of Consecrated Life). Untuk mengisi Tahun Hidup Bakti tersebut, Kongregasi FCJM memberikan kesempatan bagi setiap suster untuk semakin mendalami kesetiaan pilihan hidupnya kepada Allah dengan cara mengadakan weekend.

Gelombang pertama dalam weekend ini diikuti oleh 21 orang suster  “balita”  FCJM yang dipimpin oleh P. Gonzales Nadeak OFM Cap. Apakah para suster FCJM yang sudah kaul kekal balita mampu menghidupi pilihan hidupnya dengan “berjiwa merdeka”? Apakah panggilan sebagai seorang suster FCJM masih tetap bulat? Dan apakah mampu bahagia dalam menghidupi panggilan sebagai seorang FCJM?

Tulisan ini merupakan refleksi atas pengalaman dalam menghidupi panggilan hidup sebagai seorang suster berkaul kekal dengan berpredikat balita (tiga tahun) dalam Kongregasi FCJM.

Terpanggil Menjadi Laskar FCJM

“Jadi Suster? Nggak ah…!!” Jawaban spontan ini sering terdengar dari sekian banyak anak asrama putri St. Clara – Jl. Asahan, Siantar saat saya coba tanya satu per satu. Menjadi seorang suster bukanlah cita-cita favorit mereka. Mereka lebih dominan memilih cita-cita yang lebih tinggi seperti menjadi dokter, polisi wanita (polwan), pengusaha, bidan. Jarang juga terdengar di zaman ini orang tua yang mengarahkan dan membimbing anaknya untuk kelak menjadi kaum religius baik imam maupun suster.

Menoleh motivasi awal sebagai seorang suster, barangkali menjadi salah satu faktor penting bagi seorang religius karena dari motivasi awal tersebut dilihat gerak Allah memanggil setiap pribadi menjadi orang “pilihan” Allah dalam menebar kebaikan dan kerajaan Allah. Motivasi awal tersebut berkembang menjadi suatu ikatan akan panggilan Allah untuk mengikrarkan janji seumur hidup dalam “ketaatan, kemiskinan, dan kemurnian”. Yang menjadi pertanyaan refleksi adalah apakah saya bahagia dalam menghidupi tiga kaul dalam hidup membiara tersebut?

Apakah Panggilanku Masih Bulat?

Panggilan Allah adalah suatu misteri yang tak dapat ditangkap oleh akal budi manusia. Tak ada orang yang dapat menebaknya. Bahkan seringkali panggilan Allah itu dirasa aneh dan unik. Sesuatu yang tak mungkin bagi manusia, mengingat kenyataan yang terjadi bahwa kaum biarawan/ti yang terpanggil bukanlah dipanggil karena kesempurnaaan dan kemampuan dalam hal bakat dan kepribadian tetapi dipanggil dari segala jenis ketidaksempurnaan sifat dan kepribadian. Namun, Allah menyempurnakan mereka sehingga mampu menjadi alat-Nya dalam melanjutkan karya Kristus sebagai pewarta cinta kasih di dunia ini.

Salah satu buku yang sangat favorit dalam Kongregasi FCJM adalah buku ”Cahaya di dalam kegelapan”. Buku ini berisi perjuangan pendiri Kongregasi FCJM yaitu Muder Maria Clara Pfander sejak masa kecil hingga menghadapi ajalnya. Buku yang menarik ini dikarang oleh ”M. Aristilde Flake” yang menjadi inspirasi dalam melanjutkan visi dan misi Kongregasi di dunia ini. Perjuangan berat yang dialami pendiri tidak menggoyahkan panggilan Tuhan dalam dirinya.

Kegemarannya dalam melanjutkan cinta kasih semakin berkobar kala kesulitan menimpa diri dan Kongregasinya. Untuk hal ini, dia mengungkapkan ”Kita harus bersedia untuk hidup, berdoa, dan berkurban bagi Gereja” (Cahaya di dalam kegelapan, 1981:68). Itulah sebabnya panggilan Allah tetap bulat dalam diri dan hidupnya apapun situasi yang dialaminya.

Menarik bila mengenang kembali motivasi awal pendiri Kongregasi ini. Kemerdekaan jiwanya tidak pernah terhalang oleh berbagai macam kesulitan dalam karya dan persaudaraan.

Bertanyalah aku dalam hatiku, apakah dengan perkembangan zaman ini membuat panggilan Allah senantiasa bulat dalam hatiku? Pertanyaan ini menjadi tantangan besar. Disamping itu menuntut jawaban tegas. Konsekuensinya adalah, bila memang tidak bulat…mengapa masih bertahan? Apakah tidak sebaiknya ditinggalkan saja?

Inilah pertanyaan-pertanyaan yang serius dan sungguh-sungguh untuk direfleksikan. Kita mengakui bahwa kadangkala sebagai religius yang dipanggil dan di pilih oleh Tuhan, kerap mengalami kegelapan dan kebimbangan dalam menapaki panggilan hidup itu. Namun, kaum religius di harapkan mampu kuat dan tangguh mengahdapi kesulitan itu dan berharap bahwa setelah kegelapan di malam yang pekat itu akan berganti dengan matahari yang menyinari kegelapan tersebut, seperti yang dikatakan oleh Muder Maria Clara Pfander, pendiri Kongregasi FCJM mengatakan :”O, anakku, engkau tidak mengertinya. Itulah misteri Penyelenggaraan Ilahi, yang menuntun kita seturut kehendak-Nya, walaupun kita tidak memahaminya. Kita hanya harus bertekun dan tidak goyah oleh lemparan batu. Matahari masih tetap di atas dan akan menyinarkan kembali cahaya di dalam kegelapan ini” (Cahaya di dalam kegelapan, 1981:84).

Hidup Religius : Bahagia atau Tertekan? 

Nasehat Rasul Paulus bagi kaum religius yakni “Aku ingin, supaya kamu hidup tanpa kekuatiran. Orang yang tidak beristeri memusatkan perhatiannya pada perkara Tuhan, bagaimana Tuhan berkenan kepadanya” (1 Kor 7:32). Dari segi kepraktisan, kita dapat melihat bahwa dengan tidak menikah maka seorang religius atau biarawan/ti dapat mencurahkan segenap hati, jiwa, dan pikirannya untuk melayani Tuhan dan sesama. Pendeknya, dengan hidup selibat, kaum religius hanya memikirkan apa yang terbaik bagi Tuhan dan umat yang dipercayakan kepadanya lewat kesaksian hidup dan karyanya. Maka diharapkan kaum religius dapat menjalankan karya pelayanan mulia Allah itu dalam kebahagiaan bukan karena terpaksa dan terkesan tertekan.

Memang diakui bahwa akan banyak kesulitan dan tantangan yang berasal dari dalam dan luar dirinya yang sering menghambat kelancaran karya pelayanannya, namun mereka juga harus percaya dalam iman bahwa Allah senantiasa menyediakan rahmat bagi mereka khususnya bagi pewartaan kerajaan Allah di dunia ini.

Tidak dapat dipungkiri bahwa di zaman modern ini, hidup menjadi seorang religius nampaknya menjadi semakin sulit. Hal ini disebabkan karena kaum religius dituntut untuk melawan arus dunia yang bergelimang ketenaran dan kebebasan ini. Saat dunia menawarkan kekayaan, kaum religius dituntut untuk menghidupi kaul kemiskinan. Saat dunia menawarkan kekuasaan dan jabatan, kaum religius dituntun untuk taat pada pimpinan tarekat/ordo. Saat dunia menawarkan kebebasan, kaum religius dituntut untuk menghidupi kaul kemurnian. Sehingga dapat disimpulkan bahwa orang-orang yang terpilih dan terpanggil membatasi dirinya dalam segala kenikmatan dunia ini sementara mereka tinggal ditengah dunia yang terus maju dan berkembang ini.

Kenyataan ini sering menjadi pengahalang kebahagiaan kaum religius dalam menghidupi panggilan Tuhan karena sebagai manusia lemah tentu tidak luput dari kelemahan yang seringkali membentengi rahmat Allah menguasai dirinya. Hal ini sering menjadi kesulitan dalam persaudaraan kaum religius laki-laki ataupun wanita. Imam maupun suster. Tidak dapat dipungkiri bahwa sifat awam dalam dunia kerja sebagai atasan yang menganggap rendah bawahannya, terjadi juga didalam karya pelayanan kaum berjubah. Senior sering terdengar kurang memberi teladan yang baik bagi junior, tetapi malah sebaliknya. Karya pelayanan bukan menjadi ladang cinta kasih tetapi menjadi ladang kekuasaan dan harta karun terbesar untuk membuktikan kesombongan dan mencari nama.

Itulah sebabnya, saat mengadakan weekend pada tanggal 19 – 21 Februari 2015, ini menjadi refleksi bagi kami para suster FCJM kaul kekal balita 1 – 5 tahun yang hadir di Sinaksak. Satu kalimat penting yang disampaikan oleh P. Gonzales Nadean, OFM.Cap saat memberi konfrensi adalah : “hanya orang yang bahagia mampu membahagiakan orang lain”. Ini menjadi kalimat penting dan menarik karena memang cukup logis, orang yang bahagia senantiasa membagikan kebahagiaan kepada yang lain, dan sebaliknya orang yang tertekan akan menjamurkan tekanan kepada yang lain.  Yang penting adalah, apa usaha yang kulakukan supaya aku bahagia, komunitasku bahagia dan orang-orang yang kulayani bahagia dalam Tuhan?

Pergilah Ke Mana Hatimu Membawamu 

“Agunglah yang kita janjikan….namun, lebih agunglah yang dijanjikan pada kita….” Demikian penggalan lirik lagu yang dikarang oleh P. Christian Lumbagaol OFM.Cap dan P. Julius Lingga OFM.Cap dalam album Kapusin vol.2. Merupakan kalimat yang mengungkapkan keagungan kesetiaan kaum religius dalam menapaki panggilannya, namun kesetiaan itu terjadi saat Allah setia dalam mendampingi kita dalam rahmat-Nya. Curahan rahmat Allah dalam hati kaum berjubah membawanya pada kesetiaannya sampai garis finish dan titik darah penghabisan.

Menjadi penting bahwa kaum religius mampu berjiwa merdeka dalam menghidupi pilihannya, dengan demikian mampu mengalami sukacita injili. Saatnya bertanya pada hatiku dengan bebas dan jujur : apakah aku sudah berjiwa merdeka?

Tantangan pada zaman ini belumlah seberapa dengan tantangan yang masih terbentang di depan mata mengingat bahwa zaman semakin berkembang keinginan untuk hidup bebas tanpa diikat oleh aturan komunitas dan kongregasi semakin luas kemungkinannya. Kemungkinan yang ada seluas segala kenyataan. Banyak orang berkata bahwa pilihan untuk menjalani hidup selibat itu “berat” dan “tidak menyenangkan”, bagaimana pendapat anda dengan pernyataan ini?.  Situasi hidup di dunia ini akan selalu mengalami dua hal, yaitu yang menyenangkan dan yang tidak menyenangkan.

Saya mengalami bahwa hidup panggilan sebagai seorang selibater tidaklah sesuatu yang memberatkan, tetapi pilihan bebas dan membahagiakan. Karena dalam hidup membiara terbuka sejuta kesempatan untuk meningktkan kualitas kepribadian dan kemampuan. Kesempatan untuk mengembangkan diri dan bakat yang dimiliki. Dalam hidup membiara itu juga menjadi lahan yang luas dalam menerapkan cinta kasih. Dan satu hal yang penting adalah dalam hidup membiara kesempatan untuk mengembangkan dan membagikan kegemaran satu dengan yang lain karena perbedaaan kemampuan setiap pribadi. Prinsip utama yang menurut saya harus dipegang oleh setiap orang yang tertarik dengan panggilan hidup selibat adalah SIAP menjadi pelayan di kebun anggur-Nya. Dengan demikian kaum selibat mampu berjiwa merdeka dalam mengembangkan sayap sebagai laskar Kristus tanpa harus tertekan dan murung dalam karya pelayanan kepada Allah dan sesama tetapi tetap mampu berjiwa merdeka menghidupi pilihan hidup agar mampu mengalami sukacita injili.

Kredit Foto: Suster-Suster FCJM, ilustrasi dari Sr. Angela, FCJM        

Panggilan adalah suatu misteri. Panggilan berarti mengabdikan diri sepenuhnya untuk melayani Tuhan dan umat-Nya. Upahnya tidak seberapa, tetapi ganjarannya sungguh luar biasa. Panggilan seseorang dapat tumbuh dan berkembang, bila seseorang hidup bersama orang-orang yang mempunyai visi dan misi yang sama. Oleh karena itu setiap orang harus Berjiwa Merdeka (Berjiwa Bebas) dalam menjalani dan mengarungi panggilan Tuhan sehingga mengalami sukacita injil. Berjiwa Merdeka menghidupi panggilan merupakan tema yang harus dihidupi oleh Lembaga Hidup Bakti karena tahun ini Paus Fransiskus telah mengumumkan bahwa tahun 2015 akan didedikasikan sebagai Tahun Hidup Bakti (Year of Consecrated Life). Untuk mengisi Tahun Hidup Bakti tersebut, Kongregasi FCJM memberikan kesempatan bagi setiap suster untuk semakin mendalami kesetiaan pilihan hidupnya kepada Allah dengan cara mengadakan weekend.

Maka pada tanggal 19-21 Februari 2015, telah diadakan Weekend/pertemuan  untuk para BALITA KAKEL suster-suster FCJM dengan nara sumber P. Gonzales Nadeak OFMCap. Pertanyaan pertama yang mengugah dan menyentuh adalah Apakah para suster FCJM sudah Berjiwa Merdeka dalam menghidupi Pilihan? Apakah panggilan menjadi seorang suster masih tetap bulat atau....? Apakah para suster FCJM yang sudah berkaul kekal satu sampai lima tahun sudah dapat melaksanakan tugas dengan berjiwa merdeka?

Hidup Religius: Dikasihi atau Dibenci? 

Sudah menjadi rahasia umum bahwa semua Kongregasi religious sedang mengalami masa-masa yang sulit. Dunia berubah, tentu penghuni dunia juga ikut berubah dan kita semua juga berubah. Dunia DAN kaum religius  tertidur, maka dengan ini Tim LHB KAM membuat thema LHB untuk tahun ini “Bangunkan Dunia!”  hal Ini tidak bisa dielakkan karena para religius tidak hidup di luar dunia. Di tengah gegap gempita tawaran-tawaran dunia modern, membawa kaum religius jauh dari hidup yang sebenarnya. Kaum religus sangat gampang meninggalkan panggilan, orientasi dan bahkan tidak tahu lagi apa dan bagaimana menghidupi kebenaran yang telah dihidupi oleh para pendahulu. Masalah-masalah kekuasaan, kemiskinan, keadilan, kekerasan, individualisme, konsumerisme, pemuasan diri secara egois, seksualitas merambat ke lembaga-lembaga hidup bakti.
Dalam dunia yang tertidur ini, para religius ditantang untuk mendalami panggilan hidupnya sehingga mampu menjadi religius yang setia dalam kongregasi/ordo.  Hal yang dahulu dilakukan oleh para religius kini dapat dilakukan oleh kaum awam, lalu mengapa aku harus menjadi religius? Mengapa aku mau tetap religius sampai saat ini?  Jika tujuan hidup tidak jelas lagi, maka cita-cita dan semangat juga akan menurun, hidup kita akan dilalui dengan rasa kecewa, frustrasi, dan kehilangan maknanya. Kita sendiri dan kaum awampun ingin tahu apa arti dan tujuan hidup religius dalam masyarakat pada jaman sekarang ini. Tak jarang kita mendengar ungkapan dari biarawan/biarawati “Doakan saya ya bu/pak, supaya tetap bertahan”, ungkapan ini menandakan/menunjukkan bahwa hidup menjadi seorang religius itu berat dan sakit, siap dibenci dan dikasihi. Masyarakat umum memandang kaul religius sebagai orang yang sempurna dan kudus. Benarkah demikian?. Tidak dapat dipungkiri semakin kita berbuat baik akan semakin banyak kesulitan dan tantangan yang akan ditawarkan kepada kita baik dari luar, persaudaraan dan karya kita dan tentu hal ini akan menjadi salah satu penghalang mewujudkan misi kita di dunia ini. Namun kita harus percaya bahwa Allah senantiasa menyediakan rahmat bagi mereka khususnya bagi pewartaan kerajaan Allah di dunia ini. Untuk kembali ke habitat pilihanku, harus melihat kembali motivasi awal menjadi seorang religius. Yang menjadi pertanyaan, Apakah saya bahagia di habitat pilihanku?. Beranikan kita mengatakan kepada saudari/saudara kita “Stay with me/us forever”.

Kongregasi FCJM menjadi Istana sukacitaku

Karakterku yang kubentuk/kutukangi sesuai FCJM. Konggregasi FCJM yang kupilih menjadi rumahku, menjadi istana suka citaku.
Seperti proses hidup manusia pada umumnya, hidup rohani pun ditandai oleh pertumbuhan, perubahan dan perkembangan hidup di dalam Kristus yang mengubah manusia menjadi serupa dengan Allah walau pun tak sama. Setiap orang Kristen dipanggil untuk bertumbuh dalam kepenuhan, diundang untuk mengalami Yesus Kristus secara mendalam (bdk. 2 Ptr 3:18). Dengan kata lain, orang beriman mesti “bertumbuh dalam kasih” dan bersatu dengan Kristus (Ef 4:15) sehingga mampu membawa sukacita kepada sesamanya.

     Hidup seorang kristiani merupakan partisipasi dengan hidup Allah sendiri. Apapun bentuk hidup yang kita pilih. Selain mendapat anugerah mengalami Allah, Religius juga memunyai misi menghantar sesama kepada Allah dan masuk dalam pengalaman bersama-Nya. Misi para religius adalah mengalami Allah yang hidup dan benar, dan melayani-Nya dalam sesama melalui kesaksian hidup dan kegiatan kerasulan bersama,  sesuai karisma dan spiritualitas tarekat kita masing-masing, begitu juga dengan para suster FCJM Balita Kakel 2015 ingin tetap membawa sukacita injili bagi semua orang, menjadikan Kongregasi FCJM sebagai istana sukacita.
Dapat dikatakan hidup para religius melawan arus dunia yang bergelimang ketenaran, gila hormat dan kebebasan ini. Saat dunia menawarkan kekayaan, kaum religius dituntut untuk menghidupi kaul kemiskinan. Saat dunia menawarkan kekuasaan dan jabatan, kaum religius dituntun untuk taat pada pimpinan tarekat/ordo. Saat dunia menawarkan kebebasan, kaum religius dituntut untuk berani berkata cukup. Untuk menjadi seorang religus (FCJM) harus mampu membatasi diri dari segala kenikmatan dunia meski dunia terus maju dan berkembang seperti yang ditekankan Pendiri Kongregasi FCJM “Jika dunia menuntut hal yang luar biasa, kita juga harus bertindak luar biasa”.
Kalimat menarik yang disampaikan oleh P. Gonzales Nadean, OFM.Cap. adalah : “hanya orang yang bahagia mampu membahagiakan orang lain”. Ini menjadi kalimat penting dan menarik karena memang cukup logis, orang yang bahagia senantiasa membagikan kebahagiaan kepada yang lain, dan sebaliknya orang yang tertekan akan menyebarkan tekanan yang dialami kepada yang lain.  Yang penting adalah, apa usaha yang kulakukan supaya aku bahagia, komunitasku bahagia dan orang-orang yang kulayani bahagia dalam Tuhan? Sehingga kongregasi FCJM menjadi istana sukacitaku.

Semakin lama semakin bersinar

Gubernur  Dki Jakarta (Ahok) ingin memberantas korupsi yang semakin merajalela di Indonesia. Gubernur ini siap menghadapi resiko ke depan asalkan kebenaran/keadilan ditegakkan. Ahok semakin lama akan semakin bersinar dengan niat baik yang diperjuangkannya. Sosok Ahok sangat dibutuhkan sebagai pemimpin masa depan. Tak kenal kompromi, tegas, cepat bertindak, dan apa adanya inilah yang dibutuhkan untuk membenahi/membuat dunia semakin bersinar. "Dia akan bersinar” inilah uangkapan tentang Ahok yang tersebar dunia maya. Masayarakat jaman sekarang ini sudah lebih mudah melihat kegelapan dunia baik siang maupun malam, meski Raja Mahari masih setia menyinari setiap hati manusia. Kegelapan tersebut merabat ke kehidupan para biarawan/biarawati dan tak jarang hanya melihat sisi negatif dari orang lain/sesamanya. Menuntut berlebihan sementara tidak bisa berbuat.
Tahun ini dikhususkan untuk para Lembaga Hidup Bakti. Para religius diberi kesempatan untuk melihat kesetiaanya pada pilihannya. Hendaknya semakin lama biarawan/biarawati itu menghidup/menjalani panggilannya semakin bersinar dan mekar. Ahok saja bisa bersinar bagaimana dengan kita kaum biarawan/biarawati?. Sinar apakah yang kita pancarkan, apakah sinar kebencian atau sinar belaskasih?.


srwinanda@yahoo.co.id (Sr.Winanda Siregar FCJM)


Pada tanggal 04 Februari 2015, tepat pada pukul 20.45 Wib,  Suasana komunitas Suster FCJM “Monteluco” tidak seperti hari-hari sebelumnya. Bunga mawar yang indah digenggam dan barisanpun diatur untuk menyambut tamu agung dari Paderborn yakni Bapak Uskup Paderborn, Pastor Peter, Pastor Gregor Tuszynski, Sr. Angela Benoit, Bapak Ulrich Klauke, Bapak Gregor Dolle, Meryam Klauke dan Magdalena Birkle. Kehadiran mereka memberi warna baru dan indah, tawa dan senyum bahagia. Siapa yang menyangka, Uskup Paderborn akan hadir di Indonesia secara khusus di tengah-tengah para suster FCJM. Perasaan  kagum, bahagia dan senang bercampur menjadi satu sehingga memberi suasana yang indah bagaikan pelangi sehabis hujan, karena kunjungan ini menjadi pembawa berkat bagi kami.
Ternyata, manusia yang ada di dunia ini dapat dipersatukan oleh cinta walau jarak yang begitu jauh. Seperti kata seorang suster yang paling muda, saya tidak menyangka kalau saya bisa bertemu dengan Bapak Uskup dan rombongan dari Paderborn, itu semua karena Tuhan yang memulai. Kedatangan Rombongan kami sambut dengan memberikan Bunga mawar yang kuncup dan berharap bunga Mawar tersebut akan  mekar berseri seperti suasana malam itu. Tamu diarak masuk ke Ruang Makan dengan tortor batak. Walaupun suasana malam hari terasa gelap tapi saat itu matahari seakan bersinar menerangi kami untuk menyambut kedatangan Bapak Uskup  dengan rombongan dari paderborn.

Perasaan kagum, bahagia, gembira semakin berkobar-kobar, ketika mendengar Bapak Uskup berbicara meminta agar selesai acara penyambutan ini, mereka akan ke kapel untuk mengadakan Perayaan Ekaristi. Bapak Uskup tidak meminta untuk makan dan istirahat tetapi berdoa. Cinta kepada Tuhan mengalahkan rasa lapar, lelah dan haus. Mereka tidak lapar makanan duniawi tetapi mereka lapar akan sabda Tuhan. Perayaan Ekaristi dipimpin langsung oleh Uskup dan dua imam konselebran. Misa dirayakan dengan bahasa Jerman.
Seusai Perayaan Ekaristi, waktu menunjukkan pukul 22.20, para suster dan rombongan Bapak Uskup menuju Ruang makan untuk santap malam. Suasana kembali ramai diiringi tawa dan senyum yang tak dapat dibahasakan.

Tanggal 05 Februari 2015, Rombongan bapak Uskup dan Sr. Cornelia Silalahi sebagai Propinsial membawa rombongan untuk keliling kebeberapa tempat di Pematangsiantar,  diantaranya: TK dan SD Tiga Dolok, R.S. Harapan, Nagahuta, Harapan Jaya, SMK, SMA, SMP Jl. Asahan,  Bina Samadi, Novisiat FCJM dan Panti, Binasamadi dll. 

Malam hari sebelum keberangkatan rombongan bapak Uskup, para Suster dan Postulan mencoba menampilkan bakat dan talenta dengan menari dan menyanyi untuk menghibur rombongan Bapak Uskup. Semua ingin memberi yang terbaik dan semua karena cinta.  Kedipan kamera maupun HP mulai kelihatan menambah semaraknya acara malam itu, menjadikan pertemuan dan perjumpaan ini menjadi kenangan yang terindah dan tak terlupakan.

Sungguh, pengalaman ini menjadi pengalaman yang berharga bagi kongregasi FCJM, secara khusus bagi para suster yang tinggal di Rumah Pusat. Perjumpaan ini memberi semangat baru untuk menjalani panggilan Tuhan karena kunjungan ini seperti kunjungan Bunda Maria kepada Elisabet saudarinya.

Tidak terasa waktu berlalu begitu cepat, saatnya rombongan bapak Uskup akan melanjutkan perjalanan. Ingin rasanya pengalaman ini terulang kembali. Terimakasih kepada Bapak Uskup dan rombongan atas kunjungan yang membahagiakan ini. Kami tetap menantikan kehadiran Bapak uskup, Pastor, Suster dan saudari-saudara dihari-hari yang akan datang.

Refleksi;

Jika kunjungan Bapak uskup dan Rombongan dari Paderborn membawa kebahagiaan dan semangat baru kepada kita (suster-suster FCJM), bagaimana dengan kunjungan kita kepada orang lain? Apakah membawa kebahagiaan dan semangat baru bagi orang lain atau sebaliknya?. Mari melihat pengalaman kita dan memperbaharui diri demi kebahagiaan kita dan sesama serta bagi kemuliaan Tuhan.


Alunan melodi syahdu tergiang di telingaku, kucoba pejamkan mataku dalam kesunyian malam tak kunjung lelap. Arloji di tanganku sudah menunjukkan pada pukul 23.59 Wib. Aku berpaling dan memandang langit-langit kamarku, bayangan dua bulan silam kembali mengisi relung hatiku.
Kisah yang menakutkan itu membuatku kehilangan sebagian dari diriku. Kisah yang membuatku tak mampu lagi menegakkan kepalaku. Kuambil sejumlah album untuk mengisi malamku, foto yang penuh dengan pancaran senyuman murni dan tulus ketika mengenakan seragam sekolah. Aku terdiam dimana senyumku dulu bisik hatiku. Tiba-tiba saja air mataku membasahi wajahku selekas kisah itu terekam kembali dalam benakku, hingga akhirnya aku terlelap sampai pagi.
Sinar mentari seakan mengerti kekalutan hatiku, menyinari dan seolah mengajakku berjalan pada sebuah taman yang kutinggalkan pada enam tahun yang lalu. Seakan mau mengisahkan sebuah kehangatan cinta Ilahi di awal aku mengenal jubah putih. Aku mulai berkisah pada daun hijau disekelilingku. Aku tak menyangka masih sanggup berdiri di atas tanah yang telah kutinggalkan enam tahun lalu dengan jubah putihku. Enam tahun yang tak mudah kulalui, aku sering dihadapkan pada pilihan-pilihan yang tak tahu berujung di mana.
Aku dihantar pada sebuah kenyataan yang tak mudah aku terima, jalan penuh liku, orang-orang yang sulit kupahami dan juga tangan-tangan halus yang menyeka air mataku. Seakan semuanya itu membuatku tidak mengerti jalan yang telah kupilih, hingga saat yang menyedihkan itu kuputuskan untuk pergi selamanya dari gedung-gedung kebingungan itu dan pergi berteriak pada sebuah hutan luas melepas semua bebanku.
Tetapi tangan-tangan halus itu datang dan menyeka air mataku, memberikan kompas. Kompas yang utuh dan aku berharap kompas itu mampu menunjukkan segala arah yang kupilih dan memudahkan semua perjalananku. Ternyata tidak. Ditengah lautan saat perjalanan panjang kompasku hilang ditelah badai, kompas yang kugenggam, kupeluk dan tak ingin kulepas yang namanya agung dan kusebut Yesus.
Kami terlepas oleh ombak dasyat, ombak keegoisanku yang tak ingin lagi menangis dan bingung dalam setiap jalan yang kupilih. Entah aku yang salah atau Tuhanku sedang menguji akupun tak tahu.
Aku dihadapkan pada pilihan yang tak mudah memilih untuk meneruskan perjalanan atau berhenti karena ombak yang besar itu. Maka dengan harapan yang masih tersisa kuputuskan untuk tetap melanjutkan perjalanan. Namun dalam perjalanan itu bukan hanya ombak tetapi mulai marasa bahwa perahu yang aku tumpangi sedang rusak. Aku mulai bertanya-tanya siapa yang membuat perahuku rusak, aku mulai menjerit ketakutan, aku berfikir segalanya akan berakhir. Kucari kembali kompas, kutunggu datangnya tangan-tangan halus alisa tangan-tangan malaikat untuk menolongku. Tetapi sungguh menyedihkan tangan-tangan halus tak mendengar suaraku. Yang muncul dihadapanku adalah batu karang yang menabrak perahuku dan melemparkan aku ke tengah badai, sehingga tak ada harapan akan selamat sampai tujuan.
Aku telah membayangkan sebuah akhir kehidupanku tanpa sipemilik tangan-tangan halus yang kumiliki selama perjalananku, yang telah memampukanku untuk terus melaju kearah yang akan kutuju. Aku membayangkan bahwa batu karang lautan, hewan-hewan buas di lautan ini akan mengakhiri seluruh perjalananku. Kubersimpuh tak berdaya, kulepas semua anganku tentang cita dan harapku tuk meraih mimpiku.
Suatu kejutan halus itu telah menopang perahuku dan membawakan kompasku yang hilang, aku hampir tak percaya akan semua yang terjadi, walau semua tangan-tangan halus itu atau malaikat-malaikat kecil itu sudah dihadapanku, ombak pun mulai menghindar tetapi masih kuurungkan niatku untuk melanjutkan perjalanan. Terbayang ketakutan akan bahaya ditengah lautan. Aku menyuruh sipemilik tangan-tangan halus itu pergi meninggalkanku sendirian, tetapi bujuk rayunya yang menyentuh hati membuatku tak berdaya untuk berpisah, sembari kumohon agar tetap bersamaku. Aku mencoba untuk menjadikan semuanya itu pedoman hidup, kupeluk kompasku erat-erat dan kini aku hampir tiba pada tujuanku, yaitu sebuah kesetiaan akan Sang Pemilik Kehidupanku, Sang Penunjuk arah dan jalanku.
Kini ia menunjukkan padaku sesuatu yang telah hilang dalam perjalanan yang kulalui, sesuatu itu sangat berharga yang pernah aku miliki. Di tempat aku berdiri kini kutemukan kembali segalanya kompasku.....YESUS....yang tak pernah meninggalkanku.



Sr.M.Alexandra Silitonga FCJM
Tak terbiasa aku hidup tanpamu
Sepi rasanya dunia ini tanpa hadirmu
Termenung sendiri mengingat canda tawamu
Mengingat semua keluh kesahmu.

Tak ada kata lain selain rindu untukmu
Merindumu adalah makanan sehari-hariku
Menangis kala ku ingat senyum manismu
Sedih rasanya hati ini mengingat tingkah lakuku.

Disini aku kan selalu berdoa untukmu
Berdoa supaya engkau ada disisi-Nya
Ditempat yang paling indah di sana
Bersema semua malaikat Tuhan.

Ku mencintaimu ibu
Selalu mencintaimu
Tersimpan kokoh dalam hati
Tak akan pernah terganti dalam hidupku.


Bicara ...................
...pada saat yang tepat  adalah pilihan yang tepat
...di depan  musuh adalah kesopanan
...pada waktunya adalah tepat
...Di depan ketidakadilan  adalah suatu kebencian

Diam ……………    
...tentang kekurangan sesame adalah cinta kasih
...pada waktunya kebijaksanaan
...tentang diri sendiri adalah kerendahan hati
...terhadap kata-kata tidak berarti  adalah keutamaan

Bicara…………
...untuk membela adalah cinta kasih
...dihadapan suatu penderitaan adalah menghibur
...untuk membantu orang lain
...dengan terus terang adalah kejujuran

Diam………….
...waktu dituduh adalah kepahlawan
...waktu dicaci maki adalah cinta kasih
...akan penderitaan sendiri adalah pengurbanan
...dalam penderitaan adalah silih dosa

Bicara…………
...tentang diri sendiri adalah kesia-siaan
...menerangkan gosip adalah kebodohan
...menghilangkan kepalsuan adalah kesadaran
...memulihkan nama baik adalah kejujuran
Diam…………..
...waktu disakiti adalah kesucian
...untuk melinduging adalah kepahlawan
...akan kelemahan orang lain adalah kebaikan
...waktu harus bicara adalah sikap pengecut

Bicara……….
...asal bicara adalah kebodohan
...waktu harus diam adalah omong kosong
...tentang kekurangan orang lain adalah menyakiti
...tentang Tuhan adalah cinta kasih yang besar